December 12, 2008

Catatan Harian Orang Biasa (1)

Sosoknya yang sederhana adalah ciri melekat dalam diri Mbah Juri (60th), demikian sapaan akrabnya, seorang petani di Desa Bonomerto, sebuah desa di Jawa Tengah. Badannya yang kecil, kurus, kering, jadi melengkapi citra kesederhanaannya sebagai orang desa. Tapi jangan salah, Mbah Juri bukanlah orang desa yang lugu dan “ndeso” tetapi ia adalah orang desa yang cukup berwawasan. Penampilannya yang sederhana seringkali membuat orang bisa salah menilai kalau ternyata dia adalah orang yang memiliki banyak wawasan. Di saat berkesempatan berbincang dengannya, saya banyak mendapatkan hal-hal genuine dan sangat nalar darinya. Wawasannya juga tidak kalah dengan orang-orang “sekolahan”. Tidak jarang kami pun suka terlibat diskusi setiap kami bertemu.

Perkenalan saya dengan Mbah Juri sejak tahun 90-an di desa kediamannya yang tidak jauh dari desa kelahiran saya. Secara kebetulan rumah Mbah Juri bersebelahan dengan rumah bulik saya. Saya kerap bertemu dia dari kebiasaannya “numpang” baca koran langganan di teras rumah famili saya itu. Semakin lama saya amati rupanya dia orang yang sangat menyukai informasi dan selalu megikuti perkembangan dunia melalui berita. Bahkan saya pernah mendengar ia memutar siaran berbahasa Indonesia dari radio BBC London. Konon itulah kebiasaannya tiap jam 08 malam dan jam 05 pagi. Koran dan radio adalah sumber informasinya untuk mengetahui apa saja yang terjadi di luar desanya, dari yang nasional hingga yang global.

Tidak setiap orang desa haus informasi atau gemar megkonsumsi berita, bahkan para pegawai negeri atau pamong desa pun tak banyak yang memiliki kebiasaan itu. Jangankan baca koran, mendengarkan radio yang hanya pasang telinga saja hampir jarang dilakukan. Tetapi intensitas nonton teve jauh lebih tinggi karena media yang satu ini paling gampang merangsang perhatian hingga membentuk seseorang dalam kesadaran tertentu. Tapi Mbah Juri adalah pengecualian dari antaranya.

Berita politik adalah bagian penting yang sangat diminatinya. Ia memang pernah aktif di organisasi politik (parpol). Bahkan hingga di tingkat kecamatan namanya sering disebut-sebut karena kapasitasnya memang diakui. Mengapa Mbah Juri masih rajin di partai? Jawabnya bukan dirinya yang pengin terus berpolitik, tetapi para pengurus yang terus memintanya untuk tetap di partai. Maka dikabulkanlah permintaan mereka disamping memang sudah “dari sononya” gemar berorganisasi.

Biacara soal strategi politik, Mbah Juri juga ahlinya. Setiap mendekati musim pemilihan kepala desa (Pilkades) “keahlian berpolitik” Mbah Juri sering menjadi rebutan para calon kepala desa, bukan sebagai dukun melainkan menjadi “orang ahli” dalam menyusun strategi mengorganisasikan pemenangan pemilihan. Meski begitu tetap saja diakui bahwa tidak setiap campur tangannya selalu berhasil dalam pertarungan. Karena menurut pengalamannya, strategi pengorganisasian bukanlah penentu satu-satunya untuk bisa menang, dan harus didukung oleh faktor lain, misalnya, perilaku sosial kemasyarakatan si calon. Menurutnya, jadi pemimpin di desa itu memang gampang-gampang susah. Karena hubungan antara yang memimpin dan yang dipimpin tak dibutuhkan perantara. Beda dengan bupati atau gubernur yang terlalu banyak dindingnya, karena itulah yang mengakibatkan selalu beda kemauannya dengan rakyat.

Siapa Mbah Juri itu sebenarnya?

Mbah Juri memang bukan sekedar petani. Di tahun 1970-an ia pernah menjadi guru agama berstatus pegawai negeri. Ia ditempatkan di sebuah desa terpencil (untuk ukuran saat itu) di Temanggung. Tetapi setelah sekitar dua tahun bertugas, ia mendapatkan surat pemberhentian sebagai PNS. Nasib serupa juga dialami puluhan rekan-rekannya tanpa mereka tahu sebab-musababnya. Pada saat dikonfirmasi perihal isi surat tersebut kepada dinas terkait, jawaban yang pasti tidak mereka peroleh kecuali sepenggal kalimat: “….kami juga tidak tahu, karena ini keputusan dari atas….”. hanya itulah yang keluar dari mulut pejabat dinas. Dan ia pun tidak tahu harus mengadu lagi ke mana. Komnas HAM juga belum ada saat itu, akses ke lembaga-lembaga bantuan hukum tidak semudah seperti sekarang.

Kesalahan apa yang membuat ia harus menerima pemecatan dari PNS? Itulah pertanyaan yang tidak terjawab hingga hari ini. Memiliki catatan kriminal? Tidak. Ajaran agamanya telah membentuk dirinya benar-benar menjadikannya orang baik dimata negara maupun masyarakatnya sehingga tidak mungkin melakukan tindakan melawan hukum. Terlebih dia adalah orang dengan cita rasa sosial yang tinggi dan berjiwa penolong. Terlibat dalam organisasi PKI? Jelas tidak, bahkan semasa mudanya sangat aktif di salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indoensia yang justru berseberangan dengan PKI.

Karena tidak satupun jawaban yang menunjukkan tentang kepastian nasibnya, ia pun kembali ke kampung halaman dengan segala beban penderitaannya. “Tetapi saya punya Gusti Allah, maka saya serahkan sepenuhnya kepadaNya, karena itu saya tidak perlu merasa dendam. Mungkin itu bukan jalan takdir saya…”. Begitulah ia memupus cerita pahitnya di masa lalu.

Mbah Juri terus menjalani hidup demi keluarganya. Ia kembali menekuni pekerjaan yang diwariskan orang tuanya sebagai petani. Tetapi memang ia bukanlah tipe orang yang suka diam. Naluri berorganisasinya ternyata tak pernah mati. Sejak pemerintah Orde Baru melakukan fusi partai politik, dia pun terjun di salah satu partai berbasis massa Islam. Alasan memilih partai ini karena menurutnya masih sehaluan dengan organisasi politik yang pernah diterjuninya sejak sebelum Orde Baru.

Apa yang dicari, Mbah Juri? Tidak mencari apa-apa,

tidak mencari kedudukan atau jabatan politik apapun, apalagi keuntungan ekonomi. Bahkan kalau dihitung secara ekonomi dia justru tombok karena setiap kali menghadiri rapat di kecamatan juga hanya mengandalkan kocek pribadi, dan semuanya dilakukan dengan ikhlas. Yang dia lakukan adalah berjuang. Setiap generasi yang hidup haruslah belajar dan berjuang untuk suatu tujuan. Berjuang tidak untuk kepentingan sendiri, tetapi harus bermanfaat bagi kemaslahatan bersama. Parpol memang bukan wadah satu-satunya sebagai alat perjuangan tetapi toh tak ada salahnya dijadikan sebagai pilihan, senyampang menjalaninya dengan semangat perjuangan dan kejujuran.

Tidak kapok dengan kader-kader parpol yang tidak jujur, korup, dan ingkar janji? Dia tahu dan menyadari, banyak sekali kritikan masyarakat terhadap partai-partai politik yang demikian, termasuk partainya. Dia pun marah, kalau setiap hari ada saja berita para elite politik di kota banyak yang berurusan dengan KPK karena ketahuan “ngutil” uang rakyat. Tetapi dia juga senang ada lembaga KPK yang sangat aktif memberantas korupsi. Siapapun yang melanggar hukum harus ditindak, tidak peduli itu pejabat atau elit politik manapun. Dan sebagai orang biasa, meskipun dampaknya paling dirasakan orang-orang biasa, tapi tidak bagiannya lagi untuk ikut ramai-ramai mempersoalkannya. Yang lebih ngerti dan tahu bagaimana mengatasi korupsi juga sudah banyak. Tak ada perlunya “nguyahi segoro” yang sudah asin.

Mbah Juri adalah orang biasa dan menjalani hidup sebagaimana orang biasa. Tapi kreativitasnya membangun wawasan dan pemikirannya itu yang membedakan dia dengan orang biasa pada umumnya. []

No comments: